Dilema Adiksi Ganja
Dilema Adiksi Ganja
Beberapa
bulan lalu ramai di beritakan Artis berinisial DS ditangkap pihak Polres Metro
Jakarta Selatan dengan dugaan penyalahgunaan narkoba, Senin (1/6/2020). DS
diamankan dengan barang bukti berupa narkotika jenis ganja dengan berat hampir
16 gram. Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ganja
termasuk narkotika golongan 1 bersama dengan heroin, kokain, opium, katinon dan
ekstasi. Apa efek ganja pada tubuh?
Kali ini saya akan
sedikit membahas efek penggunaan ganja… apa saja itu?
Ganja atau mariyuana
adalah psikotropika mengandung tetrahidrokanabinol dan kanabidiol yang membuat
pemakainya mengalami euforia.
Seseorang biasanya
mengkonsumsi Ganja dalam bentuk rokok atau dimakan. Ganja biasanya dibuat
menjadi rokok untuk dihisap supaya efek dari zatnya bereaksi. Orang yang
mengonsumsi ganja biasanya akan merasa sangat bahagia (high), ilusi atau
hal-hal aneh dalam pikirannya, bermata sayu, mengantuk, dan bahkan menyebabkan
kecelakaan saat berkendara.
Apa dampak menggunakan
Ganja?
Meskipun
Banyak penelitian yang membuktikan bahwa marijuana alias ganja memiliki
kegunaan medis yang menguntungkan. Namun di sisi lain, ganja bisa menjadi
sangat adiktif dan mempengaruhi otak. Ganja disebut bisa mengubah otak
sedemikian rupa, sehingga perilaku penggunanya pun berubah. Ganja atau cannabis
sativa adalah tumbuhan penghasil serat, namun lebih dikenal sebagai obat
psikotropika, karena adanya kandungan zat tetrahidrokanabinol (THC).
Penyalahgunaan
ganja ternyata berpengaruh pada Pribadi/individu, keluarga dan lingkungan
masyarakat serta bangsa dan negara. Keseluruhan dari aspek bahayanya merupakan
ancaman, yang akan berdampak terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Ganja juga sangat berbahaya Bagi ibu hamil. Mengapa? Karena Ganja mengandung zat psikoakif yaitu
kanabinoid yang menyebabkan ketergantugan dan merusak sistem kerja dan susuna
syaraf manusia dan kandungan zat tersebut ini akan larut didalam darah sehingga
zat psikoaktif ini akan berpengaruh pada janin, sehingga resiko yang akan
dialami yaitu ketika janin ketika sudah lahir dan betumbuh dewasa akan memiliki
kemungkinan menunjukkan sympton-sympton seperti orang yang menggunakan ganja,
seperti ada keterlambatan dalam proses berpikir. Ketika janin tumbuh dan
berkembang dengan adanya kandungan ganja maka susunan syaraf dan cara kerja
otaknya juga akan berubah ketika kita memasukkan zat atau obat-obatan tertentu.
Sehingga kita harus berhati-hati ketika ingin memasukkan zat atau obat-obatan
tertentu dalam tubuh kita karena cara kerjanya secara psikoaktif dan langsung
mempengaruhi otak dan juga syaraf kita, karena ketika otak dan susunan syaraf
kita sudah terpengaruh maka akan mempengaruhi cara berpikir, emosi, dan
perilaku kita akan terpengaruh.
Pecandu
Ganja yang sangat ekstreem bahkan menyayat tangannya sendiri dan menghisap
darahnya karena menganggap rasanya sama. Karena Jika ganja dikonsumsi dalam
jangka panjang dan sudah disalahgunakan sehingga menimbulkan adiksi atau
ketergantungan akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya. Ketika seseorang
merasakan gejala putus obat atau withdrawal symotom, dia akan merasa tidak
nyaman maka dia akan melakukan apapun untuk mengatasi withdrawal symotom, dan
untuk mengonsumsi zat atau obat-obatan itu agar withdrawal symotomnya hilang.
Dalam hal ini dia sudah kehilangan kemampuan untuk berpikir secara baik, dan
cara berpikirnya sudah tidak rasional, dia hanya berpikir bagaimanapun caranya
dan mau-tidak mau dia harus melakukan apaun untuk mengatasi withdrawal symotom
yang dia rasakan. Dan hal yang berbahaya apabila ganja tidak diregulasi dan
disalah gunakan karena ganja sendiri termasuk dalam salah satu zat terbang yang
akan menjadi asal-muasal yang membuat seseorang mencoba zat atau obat-obatan
yang tingkatnya lebih tinggi seperti heroin dan morfin.
pengobatan atau penanganan menggunakan ganja dalam ilmu
Psikologi
Dalam terapi perilaku atau psikoterapi yang
dilakukan oleh psikolog tidak menggunakan obat-obatan atau zat tertentu.
Obat-obatan atau zat digunakan dalam terapi farmaka dan diberikan oleh tenaga
medis yang berkompeten misalnya dokter dan penggunaan zat atau obat-obatan
sangat dibatasi karena mengandung psikoaktif yang mempengaruhi sistem syaraf
manusia dimana sistem kerja syaraf sangat mempengaruhi seluruh tubuh manusia,
baik cara berpikir, maupun aspek psokologis, aspek emosional, dan aspek
perilaku manusia. Maka pihak yang tidak kompeten dalam memberikan terapi
farmaka atau terapi medis atau terapi obat tidak diizinkan untuk melakukan hal
tersebut.
Apakah proses Rehabilitasi
Menjamin para pecandu tidak mengulangi perbuatannya?
Proses rehabilitasi dan pengobatan
untuk pecandu narkoba memiliki tahapan yang sangat panjang. Ketika pengguna
atau pecandu menyerah disalah satu tahapannya, dan komitmennya mulai berkurang
maka akan ada kemungkinan mereka akan kembali menggunakan narkoba. Adiksi yang
terjadi ini seperti sebuah lingkaran, dimana kita akan terus terdorong untuk
menggunakan narkoba secara terus-menerus, karena kita merasa mendapatkan efek
dari penggunaan narkoba dan ketika kita sudah mengalami ketergantungan, berarti
kita tidak mampu mengontrol diri kita lagi dan kita dikontrol oleh dan atau
obat-obatan tersebut. Ketika zat atau obat-obatan tersebut tidak ada, maka kita
akan mengalami kolaps. Kolaps pada adiksi zat atau obat disebut withdrawal symotom atau gejala putus
zat, sakau atau gejala putus obat. Efek-efek yang dirasakan ketika megalami withdrawal symotom atau sakau seperti
mual, muntah dan rasa tidak enak yang sangat menyiksa bagi pecandu. Ketika
seseorang yang sudah mengalami ketergantungan terhadap zat atau obat-obatan
berhenti mengonsumsi hal tersebut, maka efek yang dirasakan akan sangat tidak
menyenangkan baik secara fisik maupun secara psikologis, mereka akan
berkeringat, tiba-tiba merasa cemas, tidak enak badan, serta merasa lelah dan
letih secara fisik. Hal inilah yang membuat para pecandu merasa mau tidak mau
mereka harus mendapatkan efek yang dicari dari zat atau obat-obatan yaitu efek
yang menenangkan, agar mereka tidak mengalami withdrawal symotom. Proses rehabilitasi bagi pecandu yaitu berupaya
untuk mencegah terjadinya withdrawal
symotom atau sakau atau putus zat, sehingga hal ini membutuhkan komitmen,
motivasi dari pecandu dan juga dukungan dari orang-orang sekitar. Ketika
pecandu merasa lelah dan ada tahapan-tahapan yang tidak dilakukan, maka pecandu
akan kembali menggunakan zat atau obat-obatan tersebut. Sehingga ini menjadi
tantangan bagi pecandu ketika menjalani proses rahbilitasi. Jadi pecandu harus
mengikuti program rehabilitasi secara lengkap. Ketika pecandu mengikuti
rehabilitasi atau mendapatkan program pengobatan terkait adiksi mereka, itu
membutuhkan waktu yang panjang, sehingga mereka beresiko kehilangan pekerjaan
dan tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya. Hal inilah yang dapat
menurunkan motivasi atau komitmen seorang pecandu dalam mengikuti rehabilitasi
sehingga mereka akan kembali menggunakan zat atau obat-obatan terlarang.
Disamping itu, symptom-symptom tidak menyenangkan yang mereka rasakan ketika
mengalami sakau juga dapat membuat pecandu untuk kembali menggunakan hal
tersebut.
Untuk intervensi atau penanganan bagi
orang-orang yang mengalami adiksi atau pecandu narkoba, tidak hanya secara
medis seperti memberikan resep obat-obatan untuk mengganti zat atau obat-obatan
yang membuat mereka adiksi agar mereka tidak mengalami sakau atau gejala putus
obat. Selain secara medis, ada juga penanganan secara psikologis yaitu terapi
perilaku dimana mereka diajak untuk mengembangkan diri, dan diajarkan
keterampilan-keterampilan, sehingga
ketika selesai menjalani proses rehabilitasi mereka bisa lebih produktif, dan
mereka juga diajarkan untuk memanage perilaku. Rehabilitasi untuk pecandu
narkoba ini bersifat eklektif yang melibatkan aspek medis, aspek non medis,
konseling dan juga konsultasi, dan yang paling penting yaitu support atau
dukungan dari orang-orang terdekat dari pecandu. Ketika ketiga aspek ini tidak
kuta, maka akan beresiko mereka kembali menggunakan zat atau obat-obatan
tersebut.
Bagaimana kita mengenali
‘pecandu’ Ganja?
Tanda-tanda seseorang kecanduan obat terlarang bisa
dikenali dari perubahan perilaku sehari-hari. Harus dipastikan lewat
pemeriksaan sih memang, tapi tidak ada salahnya mengenali tanda-tanda tersebut
agar bisa ditangani dengan tepat. Jika ganja atau obat-obatan terlarang lainnya
dikonsumsi terus menerus, maka penggunaannya semakin lama semakin meningkat.
Kemudian, akan memberikan gejala putus zat, yaitu gangguan tidur, cemas, dan
penurunan nafsu makan.
Perubahan perilaku seperti perubahan mood, pasien
menjadi lebih sensitif, dan perubahan hubungan dengan teman dan keluarga
merupakan salah satu tanda yang dapat kita identifikasi sebagai orang awam.
Selain itu gejala lainnya adalah, tertawa sendiri dan sikap saat jalan tidak
terkoordinasi.
Pecandu narkoba dilatarbelakangi oleh beberapa aspek
seperti keluarga, lingkungan sosial serta pergaulannya, Awal mula seseorang
mengkonsumsi narkoba karena rasa ingin tahu, ingin mencoba, diajak teman dan
adanya kemudahan untuk mengkonsumsi narkoba. Bentuk dukungan keluarga yang efisien
untuk membantu pecandu adalah bentuk dukungan instrumental, dimana pecandu
mendapatkan pertolongan dan solusi yang diberikan keluarga dengan pendekatan
dari hati ke hati.
Pendekatan keluarga sangat dibutuhkan dalam hal
pemulihan psikis pengguna ganja. Keluarga harus mendukung dan mensupport
Langkah Langkah pecandu untuk merubah dirinya ke kondisi dan perilaku yang
lebih baik. Komunikasi aktif dan kehangatan keluarga juga berfungsi memulihkan
mental pecandu. Agar bisa Kembali pulih menjadi manusia positif seutuhnya.
…...SEKIAN…..
SALAM SEHAT.. SALAM
POSITIF…
Komentar
Posting Komentar